Minggu, November 09, 2008
Situs Pendidikan
1. Edutopia, berisi artikel-artikel dan video pendidikan - baik ceramah maupun liputan inovasi pendidikan yang dipraktekkan di sekolah. Lihat juga Edutube untuk video pendidikan.
2. Partnership for 21st Century Skills - sebuah inisiatif yang mengajukan pemikiran tentang apa yang dianggap penting untuk pendidikan abad ke-21, dari pengetahuan, ketrampilan belajar, berpikir dan berinovasi, penguasaan informasi, teknologi, dan media, dan ketrampilan hidup lainnya.
Kamis, Agustus 21, 2008
Relevankah Pendidikan Menengah?
Selama beberapa dekade, pendidikan formal telah menjadi bagian alami dari kehidupan masyarakat moderen sedemikian sehingga kita melihat sekolah sebagai prasyarat untuk menjalani kehidupan yang produktif. Mereka yang tidak bersekolah hampir dapat dianggap akan tersisih dari tatanan masyarakat moderen, tanpa adanya pilihan maupun keberuntungan.
Namun bagaimana sebenarnya pendidikan formal, terutama sekolah menengah, memberikan kontribusi terhadap masyarakat
Padahal kebanyakan SMU, terutama SMUN, masih menekankan hafalan terhadap lebih dari selusin mata pelajaran setiap minggunya dan mempersiapkan siswa untuk Ujian Nasional, dengan harapan kebanyakan dari lulusan sekolah akan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Namun ternyata upaya ini hanya mencakup 17,2% pemuda-pemudi
Dalam sebuah kunjungan ke SMAN 1 di Desa Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, saya mengamati siswa-siswi di kelas Kimia sedang belajar menghitung lokasi atom pada tabel periodik untuk mengidentifikasi jenis zatnya. Padahal sekolah tersebut tidak memiliki dana untuk melangsungkan eksperimen di laboratorium kimia, sehingga kemungkinan besar siswa-siswi tidak akan pernah melihat zat-zat kimia yang telah mereka identifikasikan.
Walaupun sebagian dari lulusan SMAN 1 berencana melanjutkan ke universitas, lebih banyak yang akan mencoba memasuki dunia kerja dengan menggunakan ijazah SMA mereka sebagai satu-satunya modal. Di desa yang berpenduduk 22.117 orang, hanya 7% lulusan SMU dan 1,2% lulusan diploma dan sarjana. Dengan kata lain, hanya sekitar 14,6% lulusan SMU yang melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya (Kecamatan Marangkayu, 2008). Lalu apakah gunanya kemampuan untuk mengidentifikasi jenis zat sebuah atom untuk kehidupan dan masa depan kebanyakan murid disana? Nyaris tidak ada.
Ijazah SMU telah dianggap sebagai paspor untuk memasuki dunia kerja, padahal Survei Angkatan Kerja Nasional menunjukkan dari 10 juta pengangguran usia kerja, 55% berpendidikan sekolah menengah (BPS, 2008). Jelas, lulusan sekolah menengah tidak dipersiapkan dan tidak memiliki ketrampilan untuk memasuki dunia kerja.
Pendidikan menengah di
Mengambil Desa Marangkayu sebagai contoh kasus, 78% perekonomian di Kabupaten Kutai Kartanegara datang dari bidang pertambangan dan penggalian, dan 11% dari pertanian (ProVisi Education, 2007). Sementara di Desa Marangkayu 28,4% bekerja di bidang pertanian dan perkebunan karet, 5% karyawan, 1,7% wiraswasta, dan 2,8% bekerja di bidang pertukangan, nelayan, dan jasa, sementara sisanya tidak terdata (Kecamatan Marangkayu, 2008).
Dengan kata lain, sedikitnya 78% sumber perekonomian tidak melibatkan peran dan belum mensejahterakan kebanyakan warga Desa Marangkayu. Dapatkah pendidikan menengah mencoba mengatasi kesenjangan antara kualitas sumber daya manusia dengan kemampuan untuk mengolah sumber alam lokal? Bukankah pekerjaan kebanyakan penduduk di bidang pertanian dan perkebunan karet seharusnya dapat dijadikan sumber pembelajaran?
Saya tidak menyarankan agar semua sekolah menengah di Kabupaten Kutai Kartanegara berbondong-bondong memfokuskan perhatiannya pada bidang pertambangan, penggalian, dan pertanian. Namun dari pemahaman yang lebih mendalam tentang sumber daya alam lokal, pembelajaran di sekolah dapat bersifat lebih kontekstual dan bermakna bagi keberlangsungan kehidupan dan kemajuan komunitas lokal.
Misalnya, dalam pelajaran Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi, siswa dapat meneliti asal usul keberadaan Desa Marangkayu, latar belakang sosial ekonomi, jenis pekerjaan, dan permasalahan sosial. Dalam pelajaran Geografi siswa dapat mendatangi lahan-lahan pertambangan, perminyakan, pertanian, dan perkebunan untuk mengkaji perbedaan antar lahan. Kegiatan tersebut dapat dikaitkan dengan pelajaran Biologi yang mengkaji kondisi dan masalah lingkungan, ekosistem, jenis tanaman dan binatang lokal, dll.
Kemampuan siswa dalam mewawancara, menganalisa, dan membuat laporan mengasah ketrampilan interpersonal, berpikir, dan berbahasa
Kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan memberikan ketrampilan dan pengetahuan lokal yang memungkinkan sebagian besar siswa untuk langsung terjun ke dunia kerja, tanpa mengesampingkan pengetahuan akademik bagi mereka yang mampu dan memiliki kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dari pembahasan contoh kasus di atas, tersirat bahwa solusi untuk permasalahan pendidikan menengah yang lebih relevan membutuhkan kajian mengenai kondisi lokal sehingga solusinya bersifat kontekstual terhadap komunitas. Kondisi komunitas yang berbeda membutuhkan solusi yang berbeda pula.
Pendidikan menengah yang kita kenal sekarang baru memberikan tawaran solusi yang diseragamkan dengan menggunakan sebagian kecil penduduk
Minggu, April 06, 2008
Hikmah Teladan Laskar Pelangi
Di SDHT, saya melihat bagaimana anak-anak kelas 3 telah paham perbedaan antara sampah organik dan anorganik dan bahkan berkampanye ke adik-adik kelas mereka untuk memilah sampah. Beberapa anak yang sedang mengumpulkan sampah organik, menemukan sampah-sampah jenis lain, dan sebagian meneliti secara independen mana jenis sampah yang lebih mudah terbakar oleh sinar matahari yang difokuskan melalui lensa pembesar. Di tengah keasyikan mereka di lapangan sekolah, mereka dapat menjelaskan kepada saya urutan jenis bahan dari yang paling mudah terbakar menuju ke yang paling sulit terbakar: kertas koran, daun kering, plastik, kertas biasa, karton, dan kertas timah.
Di depan sebuah kelas 4, saya melihat anak-anak membentuk dua barisan di beranda kelas mereka, anak-anak lelaki dan, di depan mereka, anak-anak perempuan. Rupanya mereka diminta untuk secara berpasang-pasangan menemukan persamaan diantara mereka. Ibu Nurani, guru kelas tersebut, rupanya mengamati cukup seringnya perselisihan yang terjadi antar-jender, dan berharap melalui kegiatan ini masing-masing anak dapat menemukan banyak persamaan diantara lelaki dan perempuan. Satu kelompok bahkan berhasil mendaftarkan 26 jenis persamaan yang mereka miliki, dari yang standar seperti makanan, binatang, warna, buah kesukaan, sampai ke merek motor yang dimiliki keluarga dan ukuran sepatu.
Kedua kelas di atas merupakan representasi dari kelas karakter, sebuah mata pelajaran yang unik untuk SDHT, yang menurut Bapak Aripin Ali, kepala Litbang SDHT, berupaya untuk “membangun kesadaran internal dalam diri anak, membangun kepekaan terhadap masalah, dan meningkatkan kapasitas berpikir anak”. Melalui kelas karakter, pembelajaran mengenai akhlak dan agama diharapkan dapat berlangsung “tidak secara dogmatis, namun berupaya membangun kewibawaan dalam diri anak sehingga penanaman nilai pada diri anak dapat terjadi tanpa menggunakan bahasa-bahasa kekerasan seperti hukuman, ancaman, larangan, dll.”
Melalui Laskar Pelangi, saya berkenalan dengan tokoh-tokoh yang diinspirasi oleh orang-orang yang dikenal baik oleh Andrea Hirata. Dengan
Cerita-cerita keseharian seperti ini yang saya lihat di SDHT dan yang saya baca melalui gubahan imajinasi Andrea Hirata di Laskar Pelangi, bagi saya adalah kesuksesan-kesuksesan yang mungkin terlalu kecil untuk menangkap perhatian media
TAMBAHAN
Berikut ini adalah foto-foto tentang SDHT.
Rabu, Maret 19, 2008
Cinta Laura: Bahasa, Pendidikan dan Konsep Kebangsaan
Apabila Anda, seperti saya, adalah pendengar radio (terlepas dari berapa sering), maka Anda pasti sudah mendengar iklan radio Telkomsel belakangan ini, yang salah satu cuplikannya adalah (kalau saya tidak salah dengar/ ingat): “Bahasa Indonesia saya buruk sekali, jadi Cinta will be going to
Pencarian singkat melalui Google (lihat ini dan ini) memberikan informasi bahwa si karakter rupanya meniru (atau memang adalah?) Cinta Laura (baca: Cincha/Chintjha - Lawra/ Lauhra/ Lowrwa), yang menurut Wikipedia
Terlepas dari kelucuan dan hiburan yang diberikan baik oleh bahasa gado-gado Cinta dan iklan Telkomsel, ada dua kekhawatiran yang saling berkaitan, yang muncul sehubungan dengan fenomena ini. Kekhawatiran pertama berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam kaitannya dengan kebangsaan, dan yang kedua adalah persepsi terhadap pendidikan yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.
Kekhawatiran pertama terpicu oleh masalah penggunaan bahasa, dalam hal ini Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, yang penggunaannya secara baik dan benar seharusnya menjadi upaya dan pencerminan identitas dan kebanggaan kita sebagai sebuah bangsa.
Ben Anderson, dalam “Language and Power: Exploring Political Cultures in
“... it was less nationalism that created a common language than that a common language helped create nationalism” (Anderson, 1990: 199).
Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai alat yang membentuk dan memperkuat konsep kebangsaan mengalami tantangan belakangan ini dengan semakin pentingnya Bahasa Inggris sebagai bahasa universal di dunia yang terus meng-global, yang membawa kita kepada kekhawatiran kedua.
Belakangan ini, banyak sekolah-sekolah yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama dalam proses belajar-mengajar. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi, adanya persepsi yang, dan upaya untuk membentuk persepsi masyarakat agar, menganggap Bahasa Inggris sedemikian pentingnya sehingga dari negara mana asal si pengajar berasal menjadi lebih penting dari latar belakang pendidikan dan wawasan pengalaman si pengajar.
Tidak sedikit sekolah yang mengemukakan ke-ekspatriat-an seorang guru sebagai salah satu (atau mungkin satu-satunya?) keunggulan sebuah sekolah. Pembicaraan dengan seorang rekan yang juga seorang ibu beberapa waktu yang lalu mencerminkan kegelisahannya yang melihat bahwa anaknya yang bersekolah di sekolah berbahasa pengantar Inggris mulai merasa keberatan menggunakan Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi karena si anak beranggapan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang lebih rendah dibandingkan Bahasa Inggris.
Cuplikan iklan radio Telkomsel di atas mencerminkan sebuah pandangan yang menganggap bahwa pendidikan di luar negeri (apalagi di
Apakah kedua kekhawatiran ini mencerminkan sebuah kekhawatiran yang lebih besar, bahwa Bangsa
Sabtu, Februari 16, 2008
Kecermatan Membaca Informasi
"Pihak THES tidak pernah memaparkan teknik penarikan sampel, tetapi sampel dari penelitian itu jelas tidak merepresentasikan pengenyam pendidikan dari wilayah terkait. Dari 190.000 kuesioner yang dikirimkan, hanya 3.703 yang ditanggapi pada penelitian tahun 2006. Dan, jumlah tanggapan dari suatu negara lebih ditentukan dari tingkat kemampuan warganya untuk mengakses internet. Dari 101 negara yang menanggapi, jumlah penanggap paling banyak dari AS dan Inggris, AS 532 responden dan Inggris 378 responden. Namun, di China hanya 76 penanggap. Di Malaysia (112 penanggap), Singapura (92), dan di Indonesia hanya 93."Masih sehubungan dengan ranking adalah dipublikasikannya ranking pendidikan tinggi yang diklaim sebagai yang pertama di Indonesia oleh majalah Globe Asia. Publikasi ini ditanggapi oleh Harian Suara Pembaharuan sebagai indikasi bahwa "Universitas Swasta Tembus Dominasi Universitas Negeri" (29 Januari 2008) dikarenakan Universitas Pelita Harapan (UPH) meraih ranking kedua dibawah Universitas Indonesia, dan di atas universitas-universitas unggulan negeri lainnya, seperti UGM, ITB, IPB, Unpad, dan Unair.
Kedua publikasi mendapatkan protes keras dari rektor ITS, Priyo Suprobo, dalam "Bubble Information PTS Konglomerat" (Kompas, 15 Februari 2008) yang melihat ke-bias-an dalam ranking majalah Globe Asia, yang notabene masih satu anak perusahaan dengan UPH. Suprobo memaparkan:
"Globe Asia menggunakan kriteria-kriteria yang meskipun “mirip” dengan lembaga pemeringkat Internasional, tetapi memberi “bobot” yang berbeda. Sebagai contoh, fasilitas kampus diberi bobot 16%, sementara kualitas staff akademik (Dosen) hanya dibobot 9%. Lebih parah lagi, kualitas riset hanya dibobot 7%."Suprobo bahkan dengan keras mengatakan:
"... ranking yang dilakukan Globe Asia akan menjadi suatu bentuk “penipuan” informasi yang bersifat “buble” kepada publik, khususnya orang tua mahasiswa dari kalangan eksekutif sebagai target pasar majalah tersebut. Penipuan ini menjadi meluas ketika dirilis secara “tidak kritis” oleh koran Suara Pembaruan, 29 Januari 2008."Perdebatan ini membawa kita kepada masalah keterkaitan antara informasi dan pengetahuan. Steven Pinker dalam bukunya "How the Mind Works" (1997) menyatakan bahwa kepercayaan (beliefs) dan keinginan (desires) tidak lain adalah informasi yang mempengaruhi seseorang dalam mengambil sebuah keputusan. Informasi juga kita ketahui sangat mempengaruhi wawasan pengetahuan seseorang, yang selanjutnya mempengaruhi kekuasaan seseorang terhadap yang lain, yang disarikan oleh pepatah terkenal Sir Francis Bacon: Knowledge is power.
Sementara Joseph Stiglitz dalam bukunya "Making Globalization Work" (2006) menyatakan bahwa informasi itu penting dikarenakan pada saat informasi itu sifatnya tidak lengkap, maka akan muncul sebuah kondisi yang dikenal sebagai ketidaksimetrisan informasi (information asymmetry), yang selanjutnya menyebabkan ketidakadilan (inequity). Stiglitz lebih jauh menjelaskan bahwa globalisasi telah membuat informasi menjadi lebih penting, dikarenakan informasi inilah yang membuat seseorang atau sebuah perusahaan/ institusi memiliki kemampuan kompetitif yang lebih dibandingkan orang/ perusahaan/ institusi lain.
Ketidakmampuan seseorang dalam membaca dan mengumpulkan informasi menjadi penting, baik dalam arti apabila seseorang itu tidak memiliki kapasitas untuk menganalisis maupun apabila ia tidak memiliki akses terhadap sumber-sumber informasi yang saling melengkapi.
Untuk mengumpulkan informasi yang dipaparkan dalam tulisan ini, misalnya, membutuhkan saya untuk memiliki akses terhadap dan waktu untuk membaca beberapa surat kabar, baik edisi cetakan maupun melalui internet, dan beberapa buku. Selain itu saya harus mengetahui bagaimana caranya saya dapat mencari semua informasi sehingga mendapatkan kelengkapan data yang dapat memberdayakan saya dalam mengetahui kondisi dan membaca konteks. Yang lebih penting lagi adalah saya harus mengetahui bagaimana saya dapat menganalisa dan mengkritisi semua data-data yang terkumpul dengan cermat, sehingga dapat menilai informasi dan memilah antara informasi yang didukung dengan telaah logis dan oleh karena itu bersifat cermat, dengan informasi yang sifatnya tidak cermat atau bahkan berpihak.
Sementara edisi Globe Asia yang memuat berita ranking pendidikan tinggi di Indonesia ini melakukan tindakan promosi besar-besaran melalui media surat kabar maupun televisi, yang lebih mudah dicerna oleh orang-orang yang tidak memiliki waktu, kemampuan, maupun akses untuk mencari tahu kebenaran sebuah informasi. Dalam kondisi ketidaksimetrisan informasi seperti ini, dikhawatirkan mereka yang memiliki modal untuk melakukan promosi besar-besaran lah yang pada akhirnya akan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi persepsi masyarakat. Sebuah keprihatinan yang perlu dicanangkan.
Kamis, Februari 14, 2008
Strategi Pendidikan Membutuhkan Arahan
Kedua artikel tersebut menyebutkan beberapa alasan sehubungan dengan kedua keputusan tersebut, yaitu:
- rendahnya tingkat penyerapan lapangan kerja bagi lulusan program studi spesifik,
- minat calon mahasiswa untuk sejumlah program studi spesifik tersebut relatif rendah, dan
- jenuhnya pasar terhadap lulusan program itu.
Sejumlah program studi spesifik yang dilebur menjadi satu adalah Teknologi Tekstil, Teknik Tekstil, Teknik Kimia Tekstil, dan Teknologi Kimia Industri yang dilebur menjadi Teknik Kimia. Padahal industri tekstil merupakan salah satu industri yang memberikan kontribusi tinggi terhadap ekspor negara, walaupun masih dalam batas produksi. Bahkan menurut Detik Finance (23 Oktober 2007) turunan industri tekstil, yaitu fashion, memberikan kontribusi paling besar (30%) terhadap perkembangan industri kreatif yang secara total memberikan kontribusi ekspor sekitar 7%.
Menanggapi penutupan 113 program studi,
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, penutupan program studi sangat tergantung dari analisa perguruan tinggi.
Harian Kompas tanggal 14 Februari 2008 menambahkan informasi tentang pembukaan 761 program studi baru di 167 perguruan tinggi*. Yang menggembirakan sehubungan dengan peningkatan kualitas guru di tulisan ini adalah:
Beberapa program studi yang marak dibuka antara lain Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan program-program studi pendidikan lainnya ... [termasuk di Universitas Tanjungpura Pontianak,] Pendidikan Jasmani ... Pendidikan Anak Usia Dini, ... [dan] Pendidikan Sosiologi.CATATAN
* Agaknya Kompas Online versi baru tidak lagi memungkinkan pencarian berita yang telah lalu - sebuah hal yang sangat disayangkan. Atau mungkin ada yang mengetahui caranya?