Selasa, Agustus 28, 2007

STF Driyarkara: Sebuah Pencerahan

Sudah beberapa tahun semenjak saya tinggal di Jakarta, saya mendapatkan rekomendasi yang sangat baik tentang kelas-kelas yang ditawarkan oleh STF Driyarkara. Namun karena lokasi sekolah tersebut jauh dari tempat tinggal saya, ditambah dengan pertimbangan bahwa saya selama ini selalu mengalami kesulitan untuk membaca buku-buku filsafat, saya terus terang belum tertarik, selain belum memiliki keberanian untuk mencoba.

Sampai akhirnya kemarin saya akhirnya kesana untuk mengikuti extension course filsafat yang topiknya sangat menarik hati dan secara kebetulan bersinggungan dengan minat saya di bidang pendidikan, yaitu: Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat.

Kuliah semalam diantarkan oleh Dr. Karlina Supelli, yang tidak saja menguasai benar topik yang dipaparkan mengenai “Sains dan Masyarakat”, namun juga menyampaikannya dengan sangat menjiwai dan kontekstual terhadap permasalahan sehari-hari di Indonesia.

Sebagai contoh, beliau menyatakan bahwa pengetahuan ilmiah berbeda dari pengetahuan sehari-hari, karena tujuan dan kemampuannya untuk mendeskripsikan, memberikan penjelasan, menterjemahkan data, dan memprediksikan apa yang akan terjadi berdasarkan fenomena-fenomena yang ada. Sementara orang awam mungkin memiliki kemampuan untuk mendeskripsikan dan bahkan memprediksikan apa yang akan terjadi (seperti halnya Mbah Marijan dan fenomena Gunung Merapi), namun belum tentu dapat memberikan penjelasan bagaimana prediksi itu bisa didapatkan.

Menurut Dr. Supelli, sebuah penelitian lebih banyak didasari oleh munculnya sebuah permasalahan, dibandingkan oleh karena observasi semata. Namun tanpa observasi, sebuah permasalahan belum tentu dapat diselesaikan karena cukup banyak terjadi kebetulan yang memungkinkan ditemukannya sebuah teori atau ilmu pengetahuan.

Selain kuliah yang menarik dan kontekstual sekali (saya memang sedang berupaya menjual program ini supaya lebih banyak lagi yang dapat mengambil manfaat dari kuliah ini), STF Driyarkara mungkin merupakan satu dari sedikit sekolah di Indonesia yang, kalau meminjam istilah seorang teman, dosen-dosennya sangat berbobot namun biaya kuliahnya sangat terjangkau.

Sekolah ini juga memiliki lokasi yang sedikit tersembunyi dari jalan besar, sehingga menciptakan suasana yang sepi dan rindang, jauh dari hiruk pikuk kota Jakarta. Menariknya lagi, manajemen sekolah ini masih percaya pada kejujuran manusia Jakarta. Sebagai contoh, di dekat ruang-ruang kuliah ada sebuah ruang duduk bersama, yang di salah satu sisinya terdapat meja dengan air minum, teh botol, dan lontong. Di atas sebuah karton bertuliskan tangan terbaca harga teh dan lontong, dengan himbauan untuk menyelipkan uang ke dalam kotak dana apabila ‘membeli’ (karena terbiasa membeli kepada seseorang, saya merasa agak aneh menggunakan kata ini tanpa adanya orang yang menjaga selain kesadaran diri untuk membayar).

Suatu pencerahan yang tidak semestinya didiamkan.

13 komentar:

wonka mengatakan...

warung tanpa penjaga itu ternyata masih ada ya?

kampus yang selalu bikin tumbuh urat rindu.

sudah 6 tahun ternyata saya meninggalkannya.

Dewi Susanti mengatakan...

iya, sebuah bukti bahwa warung itu tidak merugi :)

Anonim mengatakan...

Ibu Dewi, boleh tanya, apakah program ekstension itu bisa diikuti kapan saja? Atau harus mengikuti satu semester? Saya mengikuti tautan yang ibu berikan, dan kelihatannya mata kuliahnya menarik, hanya sayang mata kuliah dari Pak Magnis Suseno sudah lewat.

Dewi Susanti mengatakan...

Saya kurang tahu apakah secara resmi program ekstension STF dapat diikuti kapan saja. Saya rasa kalau Anda tidak terlalu peduli untuk mendapatkan sertifikat tidak akan terlalu masalah Anda mengikuti kapan saja.

Yang menarik dari program ekstension ini adalah karena masing-masing mata kuliah cukup dapat diikuti secara lepas, walaupun apabila mengikuti secara keseluruhan tentunya lebih baik karena bisa mendapatkan gambaran besar mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dari sudut pandang filsafat.

Saya rasa fokus pembahasan mata kuliah ekstension juga berubah setiap semester. Jadi apabila Anda tertarik dengan modul-modul tertentu atau topik pembahasan semester ini, saya sarankan telpon saja ke STF untuk menanyakan langsung prosedurnya.

Elman mengatakan...

Kalau Ibu Dewi sempat ikut kuliah pak Magnis Suseno mungkin akan terbantu lagi dalam analisa sosialnya, membuat yang ruwet banget menjadi paket pemikiran yang sederhana tapi kaya. Ikut juga kuliah pak Sudarminta mungkin akan berguna bagi ibu dalam hal pendidikan dengan kuliah epistemologinya.
Kalau sempat, sesekali datanglah pada jam kuliah pagi dan ibu akan menyaksikan wajah kesedrhanaan STF dari penampilan mahasiswa yang datang ke kampus dengan sepeda ontelnya. Suatu gaya hidup yang makin langka di dunia kampus.

Dewi Susanti mengatakan...

Terima kasih informasinya, sayangnya sulit buat saya untuk bisa datang pada jam kuliah pagi karena pekerjaan. Tapi saya merencanakan untuk terus mengambil kelas ekstension di STF tahun depan. Sempat juga mengikuti kuliah Pak Magnis dan Pak Sudarminta. Kebanyakan kuliahnya saya memang bisa menikmati :)

wonka mengatakan...

waktu saya daftar s1 di situ. saya cuma bawa selembar KTP, dan itulah yang diminta petugasnya. yang penting bisa lulus ujian masuknya, kita udah boleh kuliah..

kalo sekarang nggak tau ya.

Anonim mengatakan...

Perkuliahan program ekstension yang memberi bekal tambahan bagi saya dlm menjalankan profesi saya.

Saya amat merindukan saat-saat perkuliahan dan ujiannya.

Tidak salah motto "dalam kedangkalan kami tawarkan kedalaman"

Kapan ya saya bisa kembali ke sana?

haryantoblog mengatakan...

Di STF Driyarkara, extension Course diadakan setiap semester.Di sinilah Anda akan mendapat pencerahan sekitar filsafat manusia, siapa manusia, juga tema-tema filsafat lain yang menarik. Selain itu Tema teologi juga tak kalah menarik. Kelabihan EC ini adalah, diajar oleh dosen-dosen yang sudah bergelar prof. dan diakui di Indonesia.

Dewi Susanti mengatakan...

Ya, memang dosen-dosennya sangat berbobot dan banyak yang juga adalah pemerhati dan pemikir masalah-masalah sosial, budaya, politik, ekonomi, dan etika negara yang sangat handal.

Sayang memang Jakarta bukan kota yang terlalu kondusif dan efektif untuk memungkinkan lebih banyak orang mengikuti program ekstension di STF.

Hidup mengatakan...

ha ha ha
teringat 12 tahun yang lalu jadinya.......

sebuah komunitas sederhana yang tumbuh, dan terabaikan

Rahmat Ali mengatakan...

hmm...STF, STF.

pig pig mengatakan...

emm jadi tertarik untuk mengikuti program ini.apa benar semenarik yang tertulis:)