Sabtu, Agustus 29, 2009

PTN sebagai penjaga gawang pendidikan Indonesia

Penjabaran Bapak Adang Surahman dalam “Ihwal Penerimaan Mahasiswa ITB” (Kompas, 28 Juli 2009) tentang upaya ITB dalam mengatasi masalah berkurangnya subsidi pemerintah sekaligus meningkatkan kualitas mahasiswa ITB tanpa mengurangi komposisi dan subsidi bagi mahasiswa miskin sangat membesarkan harapan bagi masa depan pendidikan tinggi di tanah air.


Sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tertua di Indonesia, ITB agaknya menyadari peran pentingnya bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Sikap ITB dalam upaya meningkatkan standar dan integritas akademik perlu digaungkan, terutama dalam konteks perkembangan pendidikan di Indonesia belakangan ini.


Antara tahun ajaran 2001/2002 dan 2006/2007, Departemen Pendidikan Nasional mencatat penurunan jumlah PTN di Indonesia, dari 98 (5.04%) menjadi 82 (3.11%), atau mengalami penurunan 17%. Dalam rentang waktu yang sama, jumlah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) meningkat sebanyak 38%, dari 1846 (94.96%) menjadi 2556 (96.89%). Dalam konteks dinamika pemangku kepentingan pendidikan inilah PTN perlu sangat menyadari posisi pentingnya dalam percaturan pendidikan di Indonesia.


Peran penting PTN

Pertama, pendidikan tinggi di Indonesia sangat didominasi oleh peran pasar: Hampir 68.03% mahasiswa menempuh pendidikan di PTS (Depdiknas 2007). Padahal kebanyakan PTS didirikan oleh institusi berlatar belakang agama tertentu atau oleh pihak swasta (Bangay, 2005; Welch, 2007). Tanpa mencoba mengeneralisir PTS ke dalam satu golongan yang homogen, keberpihakan PTS terhadap kepentingan publik dan masyarakat luas memiliki penekanan yang berbeda dibandingkan PTN.


Karena alasan inilah PTN perlu sangat menyadari posisi pentingnya sebagai penjaga gawang bagi kepentingan publik dan masyarakat luas, terutama perluasan akses ke perguruan tinggi bagi calon mahasiswa dari keluarga yang tidak mampu.


Kedua, pendidikan tinggi diwarnai oleh ketidakseimbangan informasi, dimana calon mahasiswa dan keluarganya tidak dapat sepenuhnya mendapatkan pengetahuan mengenai apa yang ditawarkan oleh sebuah institusi pendidikan. Karenanya, mahasiswa dan keluarganya sangat bergantung pada kejujuran institusi pendidikan, dan beresiko dieksploitasi, terutama oleh institusi pendidikan yang bertujuan mengambil keuntungan (Pusser, 2002; Winston, 1997).


Dalam kondisi masih miskinnya sumber informasi obyektif di Indonesia yang dapat meningkatkan kemampuan calon mahasiswa dan keluarganya untuk membandingkan kualitas antar PT, resiko eksploitasi jelas lebih tinggi. Karenanya, sangat diperlukan upaya-upaya dari pihak akademik untuk mengupayakan transparansi informasi bagi publik, terutama bagi calon mahasiswa dan keluarganya. Sebagai institusi pendidikan yang relatif lebih netral dibandingkan PTS, PTN memiliki peran penting untuk mempelopori proses transparansi informasi pendidikan tinggi bagi publik.


Tantangan PTN

Tidak seperti di kebanyakan negara-negara lain, masyarakat Indonesia lebih banyak memilih dan menganggap institusi pendidikan negeri lebih unggul dibandingkan swasta (Bangay, 2005). Walaupun demikian, penelitian dalam jenjang pedidikan menengah di Indonesia menunjukkan bahwa lulusan swasta lebih dipilih oleh perusahaan dan secara umum menerima pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan lulusan negeri (Bedi & Garg, 2000).


Dengan semakin banyaknya dan semakin mudahnya kelompok swasta untuk berinvestasi secara besar-besaran dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, posisi dan dominasi PTN jelas terancam. Sementara itu, PTN memiliki tantangan besar untuk mempertahankan posisinya. Salah satunya adalah transisi yang perlu dilakukan oleh PTN untuk menjadi institusi pendidikan yang independen baik dari segi pendanaan maupun manajemen.


Sayangnya, dukungan pemerintah dalam proses desentralisasi masih terfokus pada dana. Padahal kesulitan transisi lebih terkait pada perubahan budaya, dari kebiasaan menunggu keputusan dari pusat menjadi kebiasaan berinisiatif, dan dari kebiasaan berbirokrasi menjadi kebiasaan berprofesi (Bjork, 2005; Prasojo, 2008). Karenanya, dalam proses desentralisasi, PTN tidak hanya membutuhkan dukungan dana, namun juga dukungan para profesional dari luar institusi dan pengembangan sistem institusi dan pelatihan para profesional di dalamnya.


Cukup banyak PTN memiliki sejarah keberadaan yang lebih lama dibandingkan PTS di Indonesia. Saat ini, perguruan tinggi terbaik di Indonesia masih dipimpin oleh PTN. Namun dengan adanya tantangan desentralisasi dan kompetisi yang lebih kuat dari PTS, tidaklah mustahil bagi PTS untuk mengambil alih kepemimpinan PTN.


PTN perlu menyadari posisinya saat ini sebagai penjaga gawang dan pencanang tolak ukur bagi perkembangan pendidikan di Indonesia, bukan saja bagi tingkat pendidikan tinggi, namun juga bagi tingkat pendidikan dasar dan menengah. Karenanya, PTN perlu dengan sangat sadar mempertahankan dan memperbaiki kualitas pendidikan dan kinerja institusi pendidikan, seperti yang telah dan sedang diupayakan oleh ITB.